Rabu, 26 Juni 2013

RESENSI


Nama: Rindy Loryta Yudyati
NIM  : A 310120158
Kelas: 2 D

ANTARA CINTA, DOSA, DAN PERJUANGAN

Resensi  Novel:
Ø  Judul: Antara Cinta, Dosa, dan Perjuangan

Ø  Latar Belakang:
● Deskripsi Buku:
♥ Identitas Buku:
-    Judul buku      : Saman
-    Pengarang       : Ayu Utami
-    Penerbit           : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
-    Kota terbit       : Jakarta
-    Tahun terbit     : 1998
-    Dimensi           : 205 halaman, 13,5 cm x 20 cm
-    ISBN               : 978-979-91-0570-7
♥ Sinopsis:
      Empat perempuan bersahabat sejak kecil, yakni Shakuntala (seorang penari) yang suka memberontak ayah dan kakak perempuannya, Cok (seorang pengusaha) yang binal, Yasmin (seorang pengacara) yang cantik tapi “jaim”, dan Laila (seorang jurnalis) gadis lugu yang sedang bimbang untuk menyerahkan keperawanannya pada lelaki beristri, yang bernama Sihar. Tetapi diam-diam dua di antara sahabat itu menyimpan rasa kagum pada seorang pemuda dari masa silam, yakni Saman, seorang aktivis yang menjadi buronan dalam masa rezim militer Orde Baru.
      Perkenalan Laila dengan Sihar, sang insinyur pertambangan yang telah beristri ternyata menumbuhkan benih-benih cinta dalam hati Laila. Cinta itulah yang mampu membuatnya sedikit melupakan Sihar, lelaki yang begitu ia kagumi sejak masih duduk di bangku SMP.Perkenalan antara Laila dan Sihar berawal ketika keduanya dipertemukan di sebuah pertambangan lepas pantai.
Laila yang saat itu datang bersama Toni (rekan kerjanya), tengah mendapat kontrak kerja untuk membuat profil sebuah perusahaan tambang serta menulis buku terkait pengeboran minyak.Akan tetapi, suatu ketika terjadilah suatu kecelakaan kerja di tambang minyak tersebut. Kecelakaan ini disebabkan representatif perusahaan yang sekaligus anak dari seorang pejabat Departemen Pertambangan, bernama Rosano, memaksa para pekerja untuk tetap mengebor lempeng bumi, padahal tekanan pada saat itu sangat tinggi. Meskipun Sihar telah berusaha mencegahnya, namun Rosano yang merasa dirinya paling berkuasa tetap bersikeras memaksakan kehendaknya. Akhirnya, terjadi ledakan besar yang mengakibatkan tiga orang buruh perusahaan tersebut tewas.
Sihar dan Laila berusaha memperjuangkan keadilan para buruh yang tewas akibat kecelakaan tersebut. Mereka berjuang agar Rosano mendapatkan hukuman yang pantas atas perbuatannya.Laila membantu perjuangan Sihar dengan meminta bantuan dari sahabatnya, Yasmin dan juga Sihar.Akan tetapi, usaha tersebut membuat Laila dan Sihar semakin sering bertemu,dan cinta Laila terhadap Sihar pun semakin terasa membara, yang membuatnya ingin selalu berada di samping Sihar.Bahkan keperawanannya pun dipertaruhkan demi perasaan cintanyakepada pria yang telah beristri tersebut.
      Saman yang dulunya bernama Wisanggeni, sebenarnya adalah seorang pastor.Namun kini imannya justru tengah goyah.Ia meragukan keadilan Tuhan sejak hancurya perkebunan karet yang telah ia bangun susah payah bersama penduduk Sei Kumbang. Bahkan, ia dijadikan buronan atas kasus perlawanan terhadap pemerintah yang ingin mengganti perkebunan karet tersebut menjadi perkebunan kelapa sawit. Akhirnya Yasmin dan Cok membantu Saman untuk melarikan diri ke New York.Akan tetapi, dalam perjalanan membantu usaha pelariannya, Saman justru melakukan perselingkuhan dengan Yasmin yang sebenarnya telah bersuami.Yasmin tak kuasa menahan perasaannya terhadap Saman, lelaki yang begitu dikagumi oleh sahabatnya sendiri, yaitu Laila.
      Meskipun Saman telah berada di New York, Yasmin dan Saman tetap berhubungan lewat pesan e-mail. Setiap hari mereka saling balas-membalas e-mail. Bahkan, hubungan perselingkuhan mereka semakin menjadi, lewat pesan-pesan yang berisi curahan hati antara mereka berdua yang begitu intim.
♥ Latar Belakang Pembuatan Buku:
Ayu Utami lahir di Bogor, 21 November 1968, besar di Jakarta dan menamatkan kuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.Novel Saman ini ditulisnya pada tahun 1997 dalam suasana menekan dan kegelapan informasi.Riset tidak dibantu dengan dukungan internet, karena masih terbatasnya alat informasi.Selain itu, pada masa itu kebebasan dan kemerdekaan informasi sangat dibatasi oleh pemerintah.Banyak aktivis divonis lebih dari sepuluh tahun karena mengkritik pemerintah, namun sekarang hal semacam itu dianggap wajar dan biasa.
Ayu Utami sendiri kehilangan pekerjaan karena memperjuangkan kemerdekaan informasi, yakni ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Ayu dipecat dari kantor pers tempatnya bekerja (majalah Forum, yang pada waktu itu separuh sahamnya milik Tempo). Sebenarnya tidak ada peraturan tertulisnya, sebab kekuasaan pada masa itu tak perlu lagi aturan, tapi media massa tidak akan menerima para pendiri AJI untuk bekerja. Ayu tak dapat lagi menjadi seorang wartawan, namun tekadnya sangat kuat untuk tetap menulis. Dari tekad itulah muncul novel Saman, yang naskahnya ia sertakan sayembara Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), fragmen dari sebuah rencana novel berjudul Laila Tak Mampir di New York (yang akhirnya tak pernah jadi). Itu adalah zaman dengan slogan:Ketika pers dibungkam, sastra bicara.
Penerbit KPG sesungguhnya cukup berani mencetak novel Saman tanpa sensor apapun, mengingat tak ada yang tahu kapan rezim akan berganti dan bisa saja novel Saman dianggap terlalu vulgar. Naskah Saman memang telah menang sayembara Roman Terbaik DKJ 1998, sehingga sedikitnya ada jaminan tentang mutu sastranya.Jika terjadi sesuatu hal, semua dapat berlindung di balik kesastraannya.
Novel Saman diluncurkan 12 Mei 1998 dan sepuluh hari kemudian terjadi keajaiban, yakni tanggal 21 Mei 1998, Soeharto lengser.Pada hari novel Saman dipublikasikan, terjadi penembakan mahasiswa Trisakti.Pentas musik yang direncanakan sebagai hiburan dipublikasikannya Saman dibatalkan sebagai tanda belasungkawa.Esoknya kerusuhan menyulut Jakarta (Tragedi Mei 1998).Pembakaran terjadi di mana-mana. Ratusan orang tewas. Komunitas dan bisnis orang Tionghwa menjadi sasaran utama penjarahan, serta terjadipemerkosaan massal. Di pihak lain, mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR dan rakyat mendukung. Itulah rangkaian peristiwa yang menandai awal reformasi.Itulah suasana yang menjadi latar belakang novel Saman.
Zaman pun berubah-ubah, di awal reformasi orang bereforia bebas.Setelah itu, orang kembali menginginkan konservatisme. Lantas, orang suka cerita sukses dan trend terus berganti. Novel Saman terus dicetak, meski tak sekerap tahun-tahun pertamanya. Di tahun ke-15nya, novel Saman mengalami cetak ulang ke-30 dan telah diterbitkan ke dalam delapan bahasa asing (yakni: Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, Prancis, Czech, Italia, dan Korea). Semua terjemahannya dilakukan dari bahasa Indonesia, karena sang penulis, Ayu Utami tidak mengizinkan terjemahan dari bahasa kedua.

Ø  Jenis: novel fiksi
Novel Saman merupakan sebuah novel yang mencerminkan integritas tinggi dari pengarangnya, yakni Ayu Utami.Sehingga, yang membuat saya tertarik ketika membaca novel ini adalah segi ekstrinsiknya.Saya begitu tertarik dengan latar belakang dari pengarang novel Saman ini, terutama dari segi pengetahuannya yang begitu luar biasa.Setiap rinci peristiwa yang diceritakan di dalamnya, dibangun berdasarkan riset yang begitu konkrit, nyata, dan detail. Misalnya saja kutipan kalimat pada halaman 8 dan 9:
Mereka berbincang sambil melangkah agak gegas di atas konstruksi baja dan besi yang terpacak begitu saja di tengah laut, bertopang pada empat kerangka menara jackup. Pekerja dengan seragam montir mengangguk, seperti hormat, jika berpapasan dengan pria pertengahan tiga puluh ini……Laila mulai merasa asing sebagai satu-satunya perempuan di tempat ajaib ini. Tempat ini ajaib sebab cuma ada satu perempuan.Saya.
Rangkain kalimat tersebut menunjukkan, bahwa penulis begitu memahami seluk-beluk yang ada di dalam sebuah pertambangan lepas pantai, karena tak semua orang paham dan tahu apa yang ada di dalamnya. Selain itu, penulis juga begitu menguasai setting tempat dan suasana nyata yang ia gunakan dalam novelnya, misalnya New York yang tercermin dalam kalimat:
“Dia ada di hotel Days Inn. 57th Street, West.” (Halaman: 121).
“Di sebuah gedung nomer 1209 di jalan itu, sebuah lift yang pesat membawa aku ke lantai 34. Kantor Asian Cultural Council.”(Halaman: 144).
“Di sebelah kanan di kejauhan nampak Empire State Building, pencakar langit pertama,…” (Halaman: 144).
Belum lagi, ditambah dengan pengetahuan penulis terkait sejarah, seni, dan budaya yang banyak diungkapkan lewat penulisan tokoh Shakuntala.Pengalaman religius yang dimiliki Ayu Utami dalam melukiskan peran Saman juga begitu kuat. Banyak nilai agama yang ia tunjukkan dalam novel ini, misal adanya misa arwah yang diungkapkan dalam kisah Saman ketika masih kecil.
Daya imajinasi yang dikembangkan oleh Ayu Utami dalam novel ini pun begitu luar biasa, sehingga pembaca akan mudah terbawa oleh suasana yang dikembangkan dalam cerita. Rangkaian kata yang cukup sulit dipahami, justru mampu memancing pembaca untuk semakin menghayati maksud dari kalimat yang disajikan.Sehingga pembaca senantiasa tergugah dan tertarik minatnya untuk mengikuti jalan cerita dari novel Saman ini. Misalnya saja daya imajinasi yang begitu tinggi terdapat pada halaman 196-199 yang berisi sebuah pesan e-mail dari Yasmin kepada Saman, dalam pesan tersebut digambarkan sebuah persenggamaan yang diungkapkan dengan begitu imajinatif, sehingga meski novel ini terkesan vulgar, namun daya sastra yang terkandung di dalamnya begitu kuat, indah, dan bisa dikatakan bahwa Saman adalah sebuah novel yang begitu mengagumkan.
Saman ditulis oleh Ayu Utami dengan menitik beratkan pada nilai sastra yang begitu tinggi lewat nilai kehidupan sehari-hari, yakni dari segi keagamaan, keadilan, perjuangan, persahabatan, percintaan, sejarah, bahkan kesenian.Semua dikemas secara lengkap dalam novel ini, sehingga mampu menyajikan sebuah cerita yang begitu dekat dengan realita kehidupan nyata.
Novel Saman ini agaknya menjadi cerminan ciri khas sastra yang dimiliki oleh Ayu Utami. Terlihat pada karya-karya yang ia buat berikutnya, misalnya dalam novelnya yang berjudulLalita. Novel terakhir dari seri Bilangan Fu ini, secara terbuka memperlihatkan bahwa Ayu Utami merupakan penulis yang gemar membuat novelnya dalam bentuk serial/sikuel, misalnya novel dwilogi (Saman dan Larung) dan novel triloginya (Bilangan Fu, Manjali dan Cakrabirawa, dan Lalita).Ciri khas utama dari gaya penulis Ayu Utami yang dapat ditangkap dan sangat terlihat dari kedua novelnya (Saman dan Lalita) adalah segi alur cerita yang selalu dibumbui dengan kisah percintaan, perselingkuhan, dan hubunganpersenggamaan yang cukup vulgar.
Antara Saman dan Lalita terdapat perbedaan yang mencolok di antara keduanya, bila Saman erat dengan sejarah perjuangan dan keadilan, maka Lalita lebih erat hubungannya dengan sejarah kebudayaan yang dalam novel Saman tak begitu dominan untuk disinggung.Selain itu, dalam konsep pemahaman, Saman lebih sulit dipahami daripada Lalita, mungkin karena perbedaan pemilihan usia karakter yang mempengaruhi jalan pikir tokoh, sehingga cara menggambarkan alur cerita pun sangat berbeda. Pada novel Saman, tokoh-tokohnya didominasi usia dewasa yang telah matang (30 tahun ke atas), sehingga konsep pemikiran karakter usia tersebut tentunya lebih berbobot dan berat yang membuat pembaca memerlukan pemahaman lebih mendalam. Sedangkan pada novel Lalita didominasi usia remaja akhir atau dapat dikatakan dewasa dini, karena tokoh utamanya didominasi usia 20-an, sehingga tak lepas dari kehidupan remaja kampus (kuliah), sehingga lebih lugas dan mudah dipahami alur ceritanya.

Ø  Penilaian:
-          Keunggulan dan Kelemahan:
Novel karya Ayu Utami ini memiliki keunggulan dari segi cerita, dimana karakter masing-masing tokoh yang diceritakan di dalamnya begitu kuat. Daya imajinasi yang disuguhkan juga begitu luar biasa, sehingga pembaca tentu tidak akan merasa bosan mengikuti alur cerita yang disajikan. Tema yang diangkat juga begitu lengkap, mulai dari percintaan, keyakinan, persahabatan, dan perjuangan. Yang sangat menarik dari novel ini adalah isinya yang begitu berani mengangkat hal tabu untuk disajikan dengan begitu transparan, namun keberanian itulah yang menjadi titik balik suksesnya buku ini menarik perhatian dan minat pembaca untuk membaca novel ini secara utuh dan terkesan tidak membosankan, meskipun telah diulang-ulang.
Selain keunggulan, di sisi lain novel ini juga memiliki kekurangan. Meskipun ceritanya disajikan dengan begitu menarik, akan tetapi isinya yang masih terkesan vulgar tentunya kurang pantas jika dibaca oleh usia anak-anak, atau dengan kata lain novel ini sebenarnya lebih pantas dibaca oleh orang dewasa.Sayangnya, novel Saman ini dihadirkan dalam bentuk dwilogi, sehingga akhir ceritanya tidak dapat langsung diketahui oleh pembaca.Akhir dari kisah Saman ini baru dapat kita ketahui lewat membaca novel dwiloginya yang berjudul Larung.Selain itu, novel karangan Ayu Utami ini jika ditinjau dari segi harga terbilang masih cukup mahal, meskipun telah diterbitkan sejak lama dan dicetak berulang-ulang.
-          Kesimpulan:
Novel Saman merupakan novel yang memiliki nilai sastra sangat tinggi, sehingga sangat layak dan perlu untuk dibaca, terutama oleh para pecinta sastra.Karena isinya mampu menghadirkan nuansa baru yang memperluas cakrawala sastra bagi pembacanya. Selain itu, jalan cerita yang disajikan sangat menarik, dan tidak menimbulkan kejenuhan bagi para pembacanya untuk terus mengikuti alur cerita di dalamnya, dan pembaca juga tak kan bosan membacanya berulang-ulang, karena nilai sastranya yang begitu kuat. Meskipun, harga novel ini terbilang masih cukup mahal, namun sebenarnya harga tersebut sangat sebanding dengan kepuasan yang akan kita peroleh dari membaca novel yang ceritanya begitu menarik dan luar biasa mengagumkan.









COVER BUKU: