Nama: Rindy Loryta Yudyati
NIM : A 310120158
Kelas: 2 D
ANTARA CINTA, DOSA, DAN PERJUANGAN
Resensi Novel:
Ø Judul:
Antara Cinta, Dosa, dan Perjuangan
Ø Latar
Belakang:
●
Deskripsi Buku:
♥ Identitas Buku:
-
Judul buku : Saman
-
Pengarang : Ayu Utami
-
Penerbit :
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
-
Kota terbit : Jakarta
-
Tahun terbit : 1998
-
Dimensi :
205 halaman, 13,5 cm x 20 cm
-
ISBN :
978-979-91-0570-7
♥
Sinopsis:
Empat perempuan bersahabat sejak kecil,
yakni Shakuntala (seorang penari) yang suka memberontak ayah dan kakak
perempuannya, Cok (seorang pengusaha) yang binal, Yasmin (seorang pengacara)
yang cantik tapi “jaim”, dan Laila (seorang jurnalis) gadis lugu yang sedang
bimbang untuk menyerahkan keperawanannya pada lelaki beristri, yang bernama
Sihar. Tetapi diam-diam dua di antara sahabat itu menyimpan rasa kagum pada
seorang pemuda dari masa silam, yakni Saman, seorang aktivis yang menjadi buronan
dalam masa rezim militer Orde Baru.
Perkenalan Laila dengan Sihar, sang
insinyur pertambangan yang telah beristri ternyata menumbuhkan benih-benih
cinta dalam hati Laila. Cinta itulah yang mampu membuatnya sedikit melupakan
Sihar, lelaki yang begitu ia kagumi sejak masih duduk di bangku SMP.Perkenalan
antara Laila dan Sihar berawal ketika keduanya dipertemukan di sebuah
pertambangan lepas pantai.
Laila yang saat itu datang bersama Toni
(rekan kerjanya), tengah mendapat kontrak kerja untuk membuat profil sebuah
perusahaan tambang serta menulis buku terkait pengeboran minyak.Akan tetapi,
suatu ketika terjadilah suatu kecelakaan kerja di tambang minyak tersebut.
Kecelakaan ini disebabkan representatif perusahaan yang sekaligus anak dari
seorang pejabat Departemen Pertambangan, bernama Rosano, memaksa para pekerja
untuk tetap mengebor lempeng bumi, padahal tekanan pada saat itu sangat tinggi.
Meskipun Sihar telah berusaha mencegahnya, namun Rosano yang merasa dirinya
paling berkuasa tetap bersikeras memaksakan kehendaknya. Akhirnya, terjadi
ledakan besar yang mengakibatkan tiga orang buruh perusahaan tersebut tewas.
Sihar dan Laila berusaha memperjuangkan
keadilan para buruh yang tewas akibat kecelakaan tersebut. Mereka berjuang agar
Rosano mendapatkan hukuman yang pantas atas perbuatannya.Laila membantu perjuangan
Sihar dengan meminta bantuan dari sahabatnya, Yasmin dan juga Sihar.Akan
tetapi, usaha tersebut membuat Laila dan Sihar semakin sering bertemu,dan cinta
Laila terhadap Sihar pun semakin terasa membara, yang membuatnya ingin selalu
berada di samping Sihar.Bahkan keperawanannya pun dipertaruhkan demi perasaan
cintanyakepada pria yang telah beristri tersebut.
Saman yang dulunya bernama Wisanggeni, sebenarnya
adalah seorang pastor.Namun kini imannya justru tengah goyah.Ia meragukan keadilan
Tuhan sejak hancurya perkebunan karet yang telah ia bangun susah payah bersama
penduduk Sei Kumbang. Bahkan, ia dijadikan buronan atas kasus perlawanan
terhadap pemerintah yang ingin mengganti perkebunan karet tersebut menjadi
perkebunan kelapa sawit. Akhirnya Yasmin dan Cok membantu Saman untuk melarikan
diri ke New York.Akan tetapi, dalam perjalanan membantu usaha pelariannya,
Saman justru melakukan perselingkuhan dengan Yasmin yang sebenarnya telah
bersuami.Yasmin tak kuasa menahan perasaannya terhadap Saman, lelaki yang
begitu dikagumi oleh sahabatnya sendiri, yaitu Laila.
Meskipun Saman telah berada di New York,
Yasmin dan Saman tetap berhubungan lewat pesan e-mail. Setiap hari mereka
saling balas-membalas e-mail. Bahkan, hubungan perselingkuhan mereka semakin
menjadi, lewat pesan-pesan yang berisi curahan hati antara mereka berdua yang
begitu intim.
♥
Latar Belakang Pembuatan Buku:
Ayu
Utami lahir di Bogor, 21 November 1968, besar di Jakarta dan menamatkan kuliah
di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.Novel Saman ini ditulisnya pada tahun 1997 dalam suasana menekan dan
kegelapan informasi.Riset tidak dibantu dengan dukungan internet, karena masih
terbatasnya alat informasi.Selain itu, pada masa itu kebebasan dan kemerdekaan
informasi sangat dibatasi oleh pemerintah.Banyak aktivis divonis lebih dari
sepuluh tahun karena mengkritik pemerintah, namun sekarang hal semacam itu
dianggap wajar dan biasa.
Ayu
Utami sendiri kehilangan pekerjaan karena memperjuangkan kemerdekaan informasi,
yakni ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Ayu dipecat dari
kantor pers tempatnya bekerja (majalah Forum,
yang pada waktu itu separuh sahamnya milik Tempo).
Sebenarnya tidak ada peraturan tertulisnya, sebab kekuasaan pada masa itu tak
perlu lagi aturan, tapi media massa tidak akan menerima para pendiri AJI untuk
bekerja. Ayu tak dapat lagi menjadi seorang wartawan, namun tekadnya sangat
kuat untuk tetap menulis. Dari tekad itulah muncul novel Saman, yang naskahnya ia sertakan sayembara Dewan Kesenian Jakarta
(DKJ), fragmen dari sebuah rencana novel berjudul Laila Tak Mampir di New York (yang akhirnya tak pernah jadi). Itu
adalah zaman dengan slogan:Ketika pers
dibungkam, sastra bicara.
Penerbit
KPG sesungguhnya cukup berani mencetak novel Saman tanpa sensor apapun, mengingat tak ada yang tahu kapan rezim
akan berganti dan bisa saja novel Saman dianggap
terlalu vulgar. Naskah Saman memang
telah menang sayembara Roman Terbaik DKJ 1998, sehingga sedikitnya ada jaminan
tentang mutu sastranya.Jika terjadi sesuatu hal, semua dapat berlindung di
balik kesastraannya.
Novel
Saman diluncurkan 12 Mei 1998 dan
sepuluh hari kemudian terjadi keajaiban, yakni tanggal 21 Mei 1998, Soeharto
lengser.Pada hari novel Saman dipublikasikan,
terjadi penembakan mahasiswa Trisakti.Pentas musik yang direncanakan sebagai
hiburan dipublikasikannya Saman dibatalkan
sebagai tanda belasungkawa.Esoknya kerusuhan menyulut Jakarta (Tragedi Mei
1998).Pembakaran terjadi di mana-mana. Ratusan orang tewas. Komunitas dan
bisnis orang Tionghwa menjadi sasaran utama penjarahan, serta
terjadipemerkosaan massal. Di pihak lain, mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR
dan rakyat mendukung. Itulah rangkaian peristiwa yang menandai awal
reformasi.Itulah suasana yang menjadi latar belakang novel Saman.
Zaman
pun berubah-ubah, di awal reformasi orang bereforia bebas.Setelah itu, orang
kembali menginginkan konservatisme. Lantas, orang suka cerita sukses dan trend terus berganti. Novel Saman terus dicetak, meski tak sekerap
tahun-tahun pertamanya. Di tahun ke-15nya, novel Saman mengalami cetak ulang ke-30 dan telah diterbitkan ke dalam
delapan bahasa asing (yakni: Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, Prancis, Czech,
Italia, dan Korea). Semua terjemahannya dilakukan dari bahasa Indonesia, karena
sang penulis, Ayu Utami tidak mengizinkan terjemahan dari bahasa kedua.
Ø Jenis:
novel fiksi
Novel Saman merupakan sebuah novel yang mencerminkan integritas tinggi
dari pengarangnya, yakni Ayu Utami.Sehingga, yang membuat saya tertarik ketika
membaca novel ini adalah segi ekstrinsiknya.Saya begitu tertarik dengan latar
belakang dari pengarang novel Saman ini,
terutama dari segi pengetahuannya yang begitu luar biasa.Setiap rinci peristiwa
yang diceritakan di dalamnya, dibangun berdasarkan riset yang begitu konkrit, nyata,
dan detail. Misalnya saja kutipan kalimat pada halaman 8 dan 9:
“Mereka berbincang sambil melangkah agak gegas di atas konstruksi baja
dan besi yang terpacak begitu saja di tengah laut, bertopang pada empat
kerangka menara jackup. Pekerja dengan seragam montir mengangguk, seperti
hormat, jika berpapasan dengan pria pertengahan tiga puluh ini……Laila mulai
merasa asing sebagai satu-satunya perempuan di tempat ajaib ini. Tempat ini
ajaib sebab cuma ada satu perempuan.Saya.”
Rangkain kalimat tersebut menunjukkan,
bahwa penulis begitu memahami seluk-beluk yang ada di dalam sebuah pertambangan
lepas pantai, karena tak semua orang paham dan tahu apa yang ada di dalamnya.
Selain itu, penulis juga begitu menguasai setting tempat dan suasana nyata yang
ia gunakan dalam novelnya, misalnya New York yang tercermin dalam kalimat:
“Dia
ada di hotel Days Inn. 57th Street, West.” (Halaman:
121).
“Di sebuah gedung nomer
1209 di jalan itu, sebuah lift yang pesat membawa aku ke lantai 34. Kantor
Asian Cultural Council.”(Halaman: 144).
“Di sebelah kanan di
kejauhan nampak Empire State Building, pencakar langit pertama,…” (Halaman:
144).
Belum lagi, ditambah dengan pengetahuan
penulis terkait sejarah, seni, dan budaya yang banyak diungkapkan lewat
penulisan tokoh Shakuntala.Pengalaman religius yang dimiliki Ayu Utami dalam
melukiskan peran Saman juga begitu kuat. Banyak nilai agama yang ia tunjukkan
dalam novel ini, misal adanya misa arwah yang diungkapkan dalam kisah Saman
ketika masih kecil.
Daya imajinasi yang dikembangkan oleh
Ayu Utami dalam novel ini pun begitu luar biasa, sehingga pembaca akan mudah
terbawa oleh suasana yang dikembangkan dalam cerita. Rangkaian kata yang cukup
sulit dipahami, justru mampu memancing pembaca untuk semakin menghayati maksud
dari kalimat yang disajikan.Sehingga pembaca senantiasa tergugah dan tertarik minatnya
untuk mengikuti jalan cerita dari novel Saman
ini. Misalnya saja daya imajinasi yang begitu tinggi terdapat pada halaman
196-199 yang berisi sebuah pesan e-mail dari Yasmin kepada Saman, dalam pesan
tersebut digambarkan sebuah persenggamaan yang diungkapkan dengan begitu
imajinatif, sehingga meski novel ini terkesan vulgar, namun daya sastra yang
terkandung di dalamnya begitu kuat, indah, dan bisa dikatakan bahwa Saman adalah sebuah novel yang begitu
mengagumkan.
Saman
ditulis oleh Ayu Utami dengan menitik beratkan pada nilai sastra yang begitu
tinggi lewat nilai kehidupan sehari-hari, yakni dari segi keagamaan, keadilan,
perjuangan, persahabatan, percintaan, sejarah, bahkan kesenian.Semua dikemas
secara lengkap dalam novel ini, sehingga mampu menyajikan sebuah cerita yang
begitu dekat dengan realita kehidupan nyata.
Novel Saman ini agaknya menjadi cerminan ciri khas sastra yang dimiliki
oleh Ayu Utami. Terlihat pada karya-karya yang ia buat berikutnya, misalnya dalam
novelnya yang berjudulLalita. Novel
terakhir dari seri Bilangan Fu ini,
secara terbuka memperlihatkan bahwa Ayu Utami merupakan penulis yang gemar
membuat novelnya dalam bentuk serial/sikuel, misalnya novel dwilogi (Saman dan Larung) dan novel triloginya (Bilangan
Fu, Manjali dan Cakrabirawa, dan Lalita).Ciri
khas utama dari gaya penulis Ayu Utami yang dapat ditangkap dan sangat terlihat
dari kedua novelnya (Saman dan Lalita) adalah segi alur cerita yang
selalu dibumbui dengan kisah percintaan, perselingkuhan, dan hubunganpersenggamaan yang cukup vulgar.
Antara Saman dan Lalita terdapat
perbedaan yang mencolok di antara keduanya, bila Saman erat dengan sejarah perjuangan dan keadilan, maka Lalita lebih erat hubungannya dengan sejarah
kebudayaan yang dalam novel Saman tak
begitu dominan untuk disinggung.Selain itu, dalam konsep pemahaman, Saman lebih sulit dipahami daripada Lalita, mungkin karena perbedaan
pemilihan usia karakter yang mempengaruhi jalan pikir tokoh, sehingga cara
menggambarkan alur cerita pun sangat berbeda. Pada novel Saman, tokoh-tokohnya didominasi usia dewasa yang telah matang (30
tahun ke atas), sehingga konsep pemikiran karakter usia tersebut tentunya lebih
berbobot dan berat yang membuat pembaca memerlukan pemahaman lebih mendalam. Sedangkan
pada novel Lalita didominasi usia
remaja akhir atau dapat dikatakan dewasa dini, karena tokoh utamanya didominasi
usia 20-an, sehingga tak lepas dari kehidupan remaja kampus (kuliah), sehingga
lebih lugas dan mudah dipahami alur ceritanya.
Ø Penilaian:
-
Keunggulan dan Kelemahan:
Novel
karya Ayu Utami ini memiliki keunggulan dari segi cerita, dimana karakter
masing-masing tokoh yang diceritakan di dalamnya begitu kuat. Daya imajinasi
yang disuguhkan juga begitu luar biasa, sehingga pembaca tentu tidak akan
merasa bosan mengikuti alur cerita yang disajikan. Tema yang diangkat juga
begitu lengkap, mulai dari percintaan, keyakinan, persahabatan, dan perjuangan.
Yang sangat menarik dari novel ini adalah isinya yang begitu berani mengangkat
hal tabu untuk disajikan dengan begitu transparan, namun keberanian itulah yang
menjadi titik balik suksesnya buku ini menarik perhatian dan minat pembaca
untuk membaca novel ini secara utuh dan terkesan tidak membosankan, meskipun
telah diulang-ulang.
Selain
keunggulan, di sisi lain novel ini juga memiliki kekurangan. Meskipun ceritanya
disajikan dengan begitu menarik, akan tetapi isinya yang masih terkesan vulgar
tentunya kurang pantas jika dibaca oleh usia anak-anak, atau dengan kata lain
novel ini sebenarnya lebih pantas dibaca oleh orang dewasa.Sayangnya, novel Saman ini dihadirkan dalam bentuk
dwilogi, sehingga akhir ceritanya tidak dapat langsung diketahui oleh
pembaca.Akhir dari kisah Saman ini baru dapat kita ketahui lewat membaca novel
dwiloginya yang berjudul Larung.Selain
itu, novel karangan Ayu Utami ini jika ditinjau dari segi harga terbilang masih
cukup mahal, meskipun telah diterbitkan sejak lama dan dicetak berulang-ulang.
-
Kesimpulan:
Novel Saman merupakan novel yang memiliki nilai sastra sangat tinggi,
sehingga sangat layak dan perlu untuk dibaca, terutama oleh para pecinta
sastra.Karena isinya mampu menghadirkan nuansa baru yang memperluas cakrawala
sastra bagi pembacanya. Selain itu, jalan cerita yang disajikan sangat menarik,
dan tidak menimbulkan kejenuhan bagi para pembacanya untuk terus mengikuti alur
cerita di dalamnya, dan pembaca juga tak kan bosan membacanya berulang-ulang,
karena nilai sastranya yang begitu kuat. Meskipun, harga novel ini terbilang
masih cukup mahal, namun sebenarnya harga tersebut sangat sebanding dengan
kepuasan yang akan kita peroleh dari membaca novel yang ceritanya begitu
menarik dan luar biasa mengagumkan.
COVER BUKU: